All is Well :)
Entah kenapa rasanya sejak 2013 akhir sampai sekarang begitu banyak kejadian yang membuat pikiran dan hati saya melompat naik turun.
Saya tidak berhenti kagum atas kerja alam semesta yang bisa membuat jalur hidup saya seperti saat ini. Rasanya mengucap terima kasih saja tidak cukup, karena saya tahu, ia berhak lebih dari itu.
Semua yang saya alami mulai dari:
Dan, pada titik ini, ketika saya duduk dan merenungkan apa saja kejadian penting yang masih melekat di kepala saya, saya masih belum bisa percaya. Rasanya seperti mimpi. Tapi kalau kamu percaya pada karma, saya bisa bilang mungkin inilah ikatan karma kehidupan.
Kita tidak pernah tahu apa saja list karma baik dan buruk dan kapan mereka akan berbuah matang. Tapi selalu, selalu, tepat pada waktunya.
Saya juga baru tahu (benar-benar tahu karena begitu nyata).
Hari Rabu (11/3) kemarin itu seperti alarm buat saya. Pikiran saya memang bercabang pada akhir-akhir ini. Begitu saya bangun, saya mendapat siraman dari si motivator (Thanks to Om McGill :* Really I wanna tell you in person. Hope we'll meet someday!)
Setelah baca itu, rasanya saya bisa hadapi pagi saya lebih tenang. Semua perasaan negatif yang bercokol di pikiran dan benak saya semuanya luluh lantak.
Saat saya mulai menerima atas semua yang terjadi pada hidup saya belakangan ini, mendadak saya diajak pergi oleh teman saya. Di situ saya kembali tercengang. Ternyata dia mengalami kejadian yang hampir persis seperti apa yang saya alami. Tentu semua yang dia rasakan, saya juga rasakan. Di situ mungkin saya bisa berbagi hal-hal positif untuk membantu masalahnya, tapi sesungguhnya saya tak pernah bisa berpikir demikian dan membaginya dengan teman saya kalau saya tidak menerima masalah saya di pagi itu.
Lalu, keajaiban kedua muncul. Telepon kedua datang dari teman saya yang lain. Dia punya masalah lain, yang sama sekali berbeda, tapi lucunya saya juga punya versi miripnya. Jadi, lagi-lagi saya mencoba bangun pemikiran positif untuk dia.
Keduanya bilang terima kasih pada saya. Tapi sebetulnya, sayalah yang ingin mengucapkan terima kasih. Kalian mengingatkan saya untuk lebih kuat dan positif. Bahkan, sesi kedua itu dapat bonus, saya mulai menerima diri saya sendiri.
Sepulangnya dari sesi dua, saya berpikir begini,
Akhirnya, saya bisa menarik kesimpulan:
Saya tidak berhenti kagum atas kerja alam semesta yang bisa membuat jalur hidup saya seperti saat ini. Rasanya mengucap terima kasih saja tidak cukup, karena saya tahu, ia berhak lebih dari itu.
Semua yang saya alami mulai dari:
Seakan saya tak bisa bernafas, karena semuanya terlalu tiba-tiba. Dalam dua tahun, begitu banyak tangis, tawa, frustasi, kecewa, semangat untuk maju, pesimis dengan hasil yang didapat. Begitu bergejolak seperti saham perusahaan yang selalu berubah setiap harinya.Bertemu orang yang tepat untuk menyelesaikan masalah saya, menjadi pribadi yang lebih terbuka atas masalah itu dengan mama dan teman-teman saya, mendapat siraman batin dari motivator (hampir selalu sama dengan apa yang saya rasakan) melalui media sosial, berani mengungkapkan perasaan bahkan itu bukan akhir yang baik, berani berharap pada masa depan lengkap dengan bertemu dengan orang-orang yang telah sukses, bisa berbagi nilai positif yang telah saya dapat untuk membantu orang lain, bertemu owner perusahaan plus teman-teman kerja yang hebat, bertemu dengan orang yang membuat saya berhadapan dengan ketakutan saya.
Dan, pada titik ini, ketika saya duduk dan merenungkan apa saja kejadian penting yang masih melekat di kepala saya, saya masih belum bisa percaya. Rasanya seperti mimpi. Tapi kalau kamu percaya pada karma, saya bisa bilang mungkin inilah ikatan karma kehidupan.
Kita tidak pernah tahu apa saja list karma baik dan buruk dan kapan mereka akan berbuah matang. Tapi selalu, selalu, tepat pada waktunya.
Saya juga baru tahu (benar-benar tahu karena begitu nyata).
Hari Rabu (11/3) kemarin itu seperti alarm buat saya. Pikiran saya memang bercabang pada akhir-akhir ini. Begitu saya bangun, saya mendapat siraman dari si motivator (Thanks to Om McGill :* Really I wanna tell you in person. Hope we'll meet someday!)
Setelah baca itu, rasanya saya bisa hadapi pagi saya lebih tenang. Semua perasaan negatif yang bercokol di pikiran dan benak saya semuanya luluh lantak.
Saat saya mulai menerima atas semua yang terjadi pada hidup saya belakangan ini, mendadak saya diajak pergi oleh teman saya. Di situ saya kembali tercengang. Ternyata dia mengalami kejadian yang hampir persis seperti apa yang saya alami. Tentu semua yang dia rasakan, saya juga rasakan. Di situ mungkin saya bisa berbagi hal-hal positif untuk membantu masalahnya, tapi sesungguhnya saya tak pernah bisa berpikir demikian dan membaginya dengan teman saya kalau saya tidak menerima masalah saya di pagi itu.
Lalu, keajaiban kedua muncul. Telepon kedua datang dari teman saya yang lain. Dia punya masalah lain, yang sama sekali berbeda, tapi lucunya saya juga punya versi miripnya. Jadi, lagi-lagi saya mencoba bangun pemikiran positif untuk dia.
Keduanya bilang terima kasih pada saya. Tapi sebetulnya, sayalah yang ingin mengucapkan terima kasih. Kalian mengingatkan saya untuk lebih kuat dan positif. Bahkan, sesi kedua itu dapat bonus, saya mulai menerima diri saya sendiri.
Sepulangnya dari sesi dua, saya berpikir begini,
'Bagi teman saya itu, saya tersiksa dengan pemikiran saya sendiri karena suka menganalis apa yang alami. Menurutnya, biar saja semuanya mengalir, tak perlu terlalu pusing dengan apa yang terjadi. Saat itu, jujur saja, perkataannya begitu menohok. Menjadi bayang-bayang saya. Saya jadi tidak percaya diri. Padahal saya merasa tak melakukan itu secara sadar. Begitu spontan saja. Saya berusaha menyingkirkan aspek itu dalam diri saya, karena secara tak langsung saya mengiyakan apa yang dia ucapkan. Tapi malam itu saya punya pemikiran baru.Saya memang merasa tidak nyaman, jika ada sesuatu yang berjalan tidak masuk dengan akal sehat saya. Maka itu, secara tidak sadar, saya jadi menganalisis dan mencari sudut pandang orang lain sehingga saya punya asumsi kalau saya punya pemikiran baru atau solusi yang mungkin nantinya berguna.Bahwa, tidak apa-apa saya suka menganalisis, mungkin iya bisa berakhir pada sesuatu yang negatif kalau terlalu berlebihan, tapi...Saya melakukan itu untuk mempelajari situasi yang ada, agar saya tidak jatuh pada lubang yang sama di masa depan. Dan, itu sesuatu yang positif. Karena pada akhirnya, saya ingin memperbaiki kekurangan saya.'Saya lebih bisa menerima diri sendiri. Lebih daripada apa pun, saya rasa itulah yang paling penting. Karena saya hidup dengan pemikiran dan perasaan saya sendiri, sebelum membaginya dengan orang lain.
Akhirnya, saya bisa menarik kesimpulan:
Kita tidak bisa mengontrol kehidupan. Kita tak pernah bisa memilih apa yang harus kita alami atau tidak. Tapi di saat kita mulai menerima dan ingin menyelesaikannya, pasti semuanya akan terjadi tepat pada waktunya. Kalau kita ingin menyelesaikannya tapi tak ada yang bisa mendukung kita, berarti kita masih harus bersabar pada waktu. Sebab, meski dalam hidup kita tak selalu dapat apa yang kita mau atau rencanakan, apa yang penting untuk kita akan bersama kita apa pun yang terjadi dalam hidup kita.
Kita hanya perlu berhati-hati dengan apa yang kita harapkan, kalau itu sesuatu yang negatif. Sebab, semua itu akan kembali pada kita. Kita hanya perlu percaya pada apa yang kita yakini benar (saat ini), pasti nanti kesempatan akan terbuka lebar untuk kita.
Mungkin ketika saya benar-benar menyadari apa yang saya alami, dan bersyukur atas semua yang terjadi, semuanya terasa positif. Seperti kata Om McGill, semuanya terasa benar, karena kita berpikir demikian.
Comments
Post a Comment