Happiness

Sering banget kita denger kata 'kebahagiaan', tapi pernah nggak sih kita mengerti apa yang disebut kebahagiaan itu sendiri? Bagi saya, kebahagiaan itu tujuan dari hidup. Namun, ternyata saya salah mengartikan arti kebahagiaan. Kebahagiaan itu ada dua, yaitu kebahagiaan fisik dan kebahagiaan batin. Awalnya saya mengartikan bahwa tujuan dari hidup ini adalah ketiadaan keinginan alias serba kecukupan. Pertanyaannya adalah, apakah dengan memenuhi keinginan kita bisa mendapatkan kebahagiaan sejati (batin)? Tidak. Itu hanyalah kebahagiaan fisik semata yang akan terus meminta untuk diluluskan. Artinya, bukannya membuat bahagia namun membuat sengsara karena kebahagiaan itu seperti candu yang tak ada habis-habisnya.

Pernah nggak sih merasa dunia mau runtuh ketika kita mencari-cari kebahagiaan di balik-balik karpet peristiwa? Ya, seperti kata orang bijak yang bilang bahwa 'ada pelangi di balik hujan'. Tetapi kata siapa 'hujan' itu sesuatu yang buruk?

Untuk mencapai tujuan kita perlu jurus yang disebut Matapu (Mau, Tahu, Mampu). Di sini saya mau menekankan bahwa kebahagiaan yang ingin saya capai itu adalah kebahagiaan batin yang tidak perlu penawar dari hal-hal duniawi, sebab itulah kebahagiaan sejati. Jadi, kita perlu mengetahui ketiga hal sebelum kita melangkah pada action untuk mencapai kebahagiaan sejati.

Pertama, kita mesti tahu 'pencurinya'. Bagaimana kita bisa mencapai kebahagiaan kalau 'pencuri kebahagiaan' kita saja kita tidak tahu? Jadi, kita perlu mengidentifikasi apa yang menjadi 'pencuri kebahagiaan' kita. Maksudnya, kita harus tahu apa yang sering membuat kita tidak bahagia. Apa yang selalu mengganggu pikiran kita? Terkadang kita belum bisa melihatnya karena kita tidak terbiasa melihat masalah dari berbagai sisi.

Kedua, merubah pola pikir. Pola pikir ini adalah hal yang paling dasar yang perlu dibenahi. Kita perlu mengerti bahwa sesuatu itu tidak memiliki kebenaran yang pasti. Maksudnya, setiap orang memiliki pandangan mengenai nilai kebenaran berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan.

Kita sering banget berantem sama orang karena perbedaan pendapat, tapi toh seharusnya kita mengerti bahwa kita tidak bisa memaksakan apa yang menurut kita benar. Ya, kebenaran bisa saja lebih dari satu. Ketika kita mengetahui hal ini, pikiran kita akan lebih terbuka. Menurut saya benar A, menurut dia benar B, so buat apa kita berantem? Sah-sah saja kan kita memiliki pandangan berbeda?

Malah dari perbedaan itu, kita bisa melihat berbagai kemungkinan yang ada tentang kebenaran. Ketika kita menghadapi persoalan ada baiknya kita tidak langsung bereaksi. Kita perlu menghadapinya dengan kepala dingin. Jadi, dengan mengerti adanya perbedaan itu bisa mendorong kita dalam memutuskan sesuatu dengan tenang.

Lagipula yang menjadi sering menjadi masalah itu bukanlah penyebab dari masalah itu sendiri melainkan adanya emosi negatif (sedih, kecewa, atau marah) dalam mengatasi masalah tersebut. Seperti yang saya katakan tadi, sesuatu itu tidak memiliki sifat yang hakiki, karena setiap orang memiliki pandangan tentang kebenaran yang berbeda. Jadi, seharusnya kita tidak perlu sedih, kecewa, atau marah ketika orang memiliki pandangan yang berbeda dengan kita tentang suatu kebenaran.

Bagaimana kalau kita terlanjur mengeluarkan reaksi berlebihan? Sebenarnya tidak salah memiliki emosi negatif (marah, sedih, kecewa, dll), namun yang salah itu adalah reaksi kita terhadap emosi tersebut yang berlebihan karena kita menginginkan keinginan kita diluluskan—menuntut orang lain. Dan, ketika kita ingin keinginan kita dipenuhi, maka yang kita raih adalah kebahagiaan fisik (semu). Jadi, yang perlu kita lakukan adalah terima emosi negatif itu dan jangan ditanggapi—biarlah keinginan-keinginan itu pergi.

Ketiga, kita harus menekankan bahwa tuan atas diri kita adalah kita sendiri. Jadi, kalau ada sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi dalam diri kita, kita tidak perlu menyalahkan orang lain. Jika kita menyalahkan orang lain, itu artinya merekalah tuan atas diri kita. Singkat kata, kebahagiaan kita selalu diatur oleh orang lain. Bukankah kita sering seperti itu?

Jadi, kita tidak perlu memandang 'musuh' sebagai sesuatu yang negatif. Justru dengan adanya 'musuh', kita bisa melihat hal positif yang tersisa dengan adanya 'musuh'. ('Musuh' di sini bukan hanya orang namun bisa juga dianggap sebagai tantangan hidup).

Lalu, setelah mengetahui ketiga hal ini apa yang harus kita perbuat agar kita mendapatkan kebahagiaan? Berbagi dengan orang lain. Ya, kita bisa membuat hidup lebih berwarna dengan berbagi orang lain. Kenapa? Karena motivasi kita adalah membuat orang lain bahagia. Ketika orang lain bahagia, otomatis kita akan bahagia sebab kita merasa kita berguna untuk orang lain—bisa membuat orang lain bahagia. Bukankah kita juga tidak bisa hidup tanpa kehadiran orang lain? 
(*)/J.A.
Source: Belabar 2011

Comments

Popular Posts