Tuntutan + Ego

Saya jarang mendapat tuntutan, jadi saya tidak begitu menyenanginya. Mendadak saja malam itu, saya mengerti mengapa ucapan itu begitu menuntut, begitu memaksa--tentu saja dengan halus. Ego. Ego terselip di antara narasi kurang lebih satu jam itu.

Ego. Satu kata itu hanya terdiri dari tiga huruf, tapi wujudnya sungguh luar biasa. Tak jarang dia 'merusak' manusia. Dia hadir tanpa suara dan tanpa aba-aba. Dan, terkadang dia mendominasi manusia. Ya, dia selalu mengikuti ke manapun manusia pergi.


Saya adalah saya. Tak pernah bisa menjadi orang yang dia agungkan itu. Saya ingin menjadi benar-benar 'saya' dengan cara saya sendiri. Namun, egonya menggerus saya hingga percaya diri saya pun bergerak hingga titik akhir.


Bagaimana bisa jarum percaya diri saya bisa kembali naik, jika dia tidak pernah lihat dan mengakui apa yang saya lakukan? Dia bilang, saya tidak pernah mengunjukkannya? Ya, saya takut. Takut karena dia tidak pernah memberi pengakuan itu. Apa yang saya lakukan selalu salah.


Tapi saya pasti akan berhasil menjadi 'saya' dengan atau tanpa pengakuannya. Toh, selama ini saya sudah cukup berhasil melewati titik sulit yang pernah atau sedang dia beri.

Comments

Popular Posts