When Authors (wannabe) Meets Editor

Kalau ada yang pernah bilang menulis itu mudah, mungkin itu semua terjadi sebelum ketemu sama editor. Eh, tapi saya nggak bermaksud bilang, editor itu penghalang bagi penulis, loh. Justru sebaliknya, editor memapah penulis atau calonseperti sayauntuk menapak di 'batu' yang kuat sebelum mencetak sejarah untuk menaiki 'gunung'.

Intinya, saya mau bilang, menjadi penulis untuk kalangan sendiri itu cukup mudah dibandingkan penulis untuk kalangan luas alias pembaca yang sebenarnya.

Semua orang—seperti saya—pasti juga menulis blog. Dan, kalau boleh naif, itu juga penulis, loh, hehe. Hanya saja saya ingin lebih daripada ini. Singkat cerita, saya terdorong untuk menerbitkan karya.

Berangkat dari hasil tugas mata kuliah Creative Writing, sih, karena itu satu-satunya tulisan saya yang sudah bisa dianggap selesai dan siap dilirik oleh salah satu penerbit yang hadir dalam publishing course saya. Ya, tentu saja kenyataannya nggak semudah itu.

Si editor menghempaskan saya pada titik terbawah kepercayaan diri saya bahwa karya ini layak terbit. Memang sih saya tahu, masih ada yang kurang di sana sini, tapi bukan berarti mengubah. Kalau mau menambal, ya, mungkin bisa saja. Namun, saya memilih untuk menanjak dari bawah dengan latar belakang dan karakter yang sama—hmm, ya ada pengurangan tokoh juga, sih. Selesai dengan kedua itu, ternyata saya sadar ada yang tak sama lagi dari cerita saya, yaitu plot.

Saya kelimpungan. Maksudnya, nggak mudah mencuri waktu di tengah-tengah kesibukan mengurusi Take Home Test (THT) atau tugas lainnya, untuk menanyakan pendapat sana sini, termasuk narasumber yang saya kira cukup kredibel untuk membangun karakter dan latar belakang si tokoh dari karya ini. Intinya, saya baru tahu, untuk menghasilkan karya itu sebenarnya sama sekali tidak mudah.

Rasanya mudah bagi saya mengoceh tentang kekurangan karya teman saya, tapi menerapkannya pada tulisan saya sendiri? Tunggu dulu.

Well, hari ini saya berhadapan lagi dengan si editor dadakan kedua teman termasuk saya. Editor dadakan ini sifatnya terikat-tapi-tidak-terikat. Hubungan kami berdasarkan suka rela, dan rasanya seperti curhat pada teman sendiri yang kebetulan lebih expert

Apa pun itu saya sama sekali tidak menyesal. Tidak menyesal ditodong dengan pertanyaan tak terjawab. Tidak menyesal merombak. Tidak menyesal meminta saran-saran pihak ketiga. Sebab, semuanya—ehm, konsepnya—menurut saya, sudah cukup rampung.

Tinggal eksekusi saja.

Selangkah lagi. Langkah yang panjang, dan pastinya akan lebih banyak hal-hal baru yang dialami si calon penulis ini. 

Saya menunggu. 



#targetsebelumduapuluhlima
Source: Instagram



Comments

Popular Posts