Hello, 23!

Kadang kita lupa membahagiakan diri sendiri, karena terlalu sibuk untuk membahagiakan orang lain. Kita membiarkan diri kita hanyut dalam emosi orang lain, tanpa melihat apa sebenarnya emosi kita. Pada akhirnya, kita berhadapan dengan kekecewaan. Logis, karena kita terlalu sibuk memperhatikan dunia, kecuali diri kita sendiri.

Di saat-saat terakhir sebelum umur saya bertambah, saya kembali diingatkan untuk belajar. Tak ada kata 'terlambat' untuk mengenal diri sendiri. Saya bukan lagi orang yang mudah memutuskan hal-hal besar. Saya memilih untuk diam, ketika sulit memilih. Saya memilih untuk bersabar dan berserah. Bersabar untuk menerima bahwa saya berada dalam situasi yang tak bisa saya kontrol, dan itu hal yang wajar. Berserah, bahwa apa pun jalan yang nanti akan saya pilih tak ada keputusan yang salah atau benar, dan semesta pasti akan menunjukkan jalan itu pada saya.


Source Image: http://bit.ly/1Ii223a
Saya diingatkan kembali untuk mencintai diri sendiri. Bukan berarti selama ini saya tidak mencintai diri saya, tapi belajar mencintai diri sendiri apa adanya. Bedanya? Saya tetap akan mencintai diri saya sendiri, meski orang lain tidak mencintai saya, tidak menerima pendapat saya, tidak bisa mengerti keputusan saya, tidak menghargai saya, atau lainnya. Saya tidak butuh orang lain untuk membuktikan bahwa saya pantas untuk mencintai diri saya sendiri. Artinya, saya bisa jadi diri saya sendiri meski seluruh dunia tak menyetujuinya. Mungkin bagi sebagian besar orang hal itu mudah, tapi tidak dengan saya. Tantangannya adalah saya akan menerima kritik, cercaan, ketidaksetujuan, hinaan dari orang lain, tapi saya tetap bisa mengatasinya dengan tenang, dan bisa menerima bahwa itu adalah hal yang normal dan tidak menyalahkan diri saya sendiri, juga tetap mencintai diri saya.


Sebagai kado pertama (kado pembuka, maybe?) yang saya persembahan untuk diri saya sendiri adalah saya memberanikan diri saya untuk menonton "Eat, Pray, and Love". Film yang diangkat dari novel Elizabeth Gilbert ini memang saya tunggu-tunggu. Tapi saya keukeuh memilih untuk membaca novelnya dulu, barulah menonton filmnya. Yah, karena satu dan dua hal, buku itu terlupakan hingga saya terlalu malas untuk engage kembali dengan novel itu :p Dan, memilih shortcut alias nonton filmnya dulu saja, hehe.

I'm sure there's something that I can learn from this movie. Somehow I can see a part of me in Liz. Filmnya baru saya tonton pada menit ke-43, dan saya tahu, film ini memang sesuatu buat saya.




“Maybe you’re a woman in search of a word.”
[Eat Pray Love]


Hey, Liz. Thank you for writing this story. 
Maybe I'm a girl in search of a word too! :D
Say hello to 23!




Comments

Post a Comment

Popular Posts