Menulis itu...

Titik Awal: Fiksi

Menulis adalah hal yang tak terpisahkan dari hidup saya.
 

Awalnya, saya tak pernah menyangka saya akan suka menulis. Mau tahu kenapa? Dorongan saya menulis itu karena ikut-ikutan membuat cerita fantasi ala anak SD yang dulu sempat booming di kalangan teman sekelas saya. Ya, hasilnya sih nggak memuaskan. Namun, bukan itu intinya. Mulai dari situ, saya jadi ketagihan menulis.

Sejak saya mulai keranjingan membaca serial cantik ala Jepang itu, tulisan saya mulai bergeser ke arah cerita romantis. Kebanyakan kisahnya menyedihkan sih, hahaha.

Namun, kebiasaan membaca serial cantik mulai memudar, sejak era teenlit mulai merajai toko buku, juga lemari buku saya. Otomatis, tulisan saya juga ikut berubah menjadi cerita-cerita anak remaja geol getho (baca: gaul begitu).

Nah, itulah titik awalnya kenapa saya memutuskan ingin menerbitkan novel. Meski belum terwujud sampai sekarang, tapi saya belum menyerah kok :D 


Jatuh Cinta pada Non-Fiksi 

Seiring berjalannya waktu, saya tak hanya menyukai menulis fiksi, tapi juga menulis non-fiksi.

Saya merasa tertantang untuk menulis non-fiksi. Tulisan yang berangkat dari kisah nyata, lalu dikemas dengan sedemikian rupa hingga mampu menggugah orang banyak.

Tulisan non-fiksi yang saya sukai adalah biografi. Berawal dari menikmati kisah seseorang dalam bentuk tulisan juga film, rasanya membuat saya terpacu untuk menggali kisah seseorang juga.
 

Menulis itu... 

Ada perasaan yang tak terlukiskan, ketika ada orang yang membaca karya saya, kemudian dia menagih kelanjutan tulisan saya.

Itulah yang saya kejar. Itulah yang membuat saya selalu jatuh cinta pada menulis.

Bagi saya, menulis fiksi bukanlah berarti menulis sesuatu yang omong kosong. Justru, fiksi adalah bentuk lain dari dunia nyata. Fiksi menjadi wadah bagi para pekerja kreatif untuk menumpahkan kisah dunia nyata yang di-fantasi-kan.

Kenapa?

Bagaimanapun sebuah tulisan mencerminkan kepribadian penulisannya--tak peduli itu fiksi maupun non-fiksi. Jadi, sudah jelas, fiksi adalah karya yang jujur. 

Dan, kalau dianalisa secara jeli, kita mudah menyukai sebuah tulisan, karena ada unsur dari tulisan itu yang mencerminkan diri kita. Atau, paling tidak, tulisan itu menyimpan hasrat terpendam dari diri kita. 

Artinya, apa yang kita baca mencerminkan tulisan kita, termasuk diri kita sendiri.

Menulis itu... mengenali diri sendiri.

Ketika kita tenggelam dalam sebuah tulisan--entah membaca atau menulis--kita tengah menelusuri diri kita. 

Itulah mengapa tulisan adalah sesuatu yang ajaib bagi saya.


*


Tulisan ini merupakan request dari teman saya, Rheza Aditya.


Comments

Popular Posts