Hello, Again

Tak seperti biasanya, dia mengendus kehadiran seseorang pagi ini. Dia yakin betul tadi dia berangkat setengah enam, dan harusnya sampai pukul enam. Dan tidak ada orang yang akan datang sebelum dirinya. Seharusnya.

Dia mencoba menajamkan indra pendengarannya. Dia hampir yakin kalau itu lagu modern entah apa judulnya dengan upbeat yang kental—lagu yang membuat telinganya sakit. Kini dia tinggal menelusuri dari mana asal suara itu berasal. Suaranya begitu menggelegar. Dia heran mengapa penjaga sekolah tidak bangun karenanya. Penjaga sekolah, Pak Salim yang tinggal tak jauh dari sekolah biasanya datang pukul enam juga. Namun, dia belum melihat Pak Salim hari ini. Mungkin karena hari ini adalah pagi pertama di semester ganjil atau singkatnya Pak Salim telat bangun.

Ah. Rasanya tidak mungkin kalau Pak Salim yang suka mendengar lagu Melayu menyetel lagu semacam ini.

Suara itu berasal dari ruang tari yang ada di lantai dua. Well, bisa saja pelakunya adalah salah satu dari anak-anak ekskul tari. Namun, dugaan itu segera disingkirkan, karena ketua ekskul tari, Kak Monica yang memegang kendali penuh atas jadwal latihan tari yang biasa diadakan sepulang sekolah setiap hari Rabu.

Namun, dia tak menunggu lama untuk mendapat jawaban siapa yang ada di balik kekacauan paginya hari ini.

Begitu dia membuka pintu ruang tari, gendang telinganya hampir pecah dengan lagu-yang-tidak-jelas-judulnya-apa-itu begitu memekakkan. Dan, ada seorang gadis muda yang asing tengah menggerakkan tarian modern yang sama bagusnya dengan Kak Monica—ya, harus dia akui. Gadis itu berhenti menari begitu dia mendengar seseorang masuk ke ruangan itu.

Nafas gadis itu terengah-engah. Keringatnya menetes hingga lantai. Jelas, ada yang jauh lebih pagi dari dirinya pagi ini.

Dia menghampiri gadis itu tanpa berhenti menatap matanya. Mata gadis itu… cantik. Kecokelatan. Dan, dia seperti terkena hipnotis akan kedalaman sorotan mata itu.

Err… do I know you… somewhere?

***

Meski musik sengaja diputar kencang, ia masih bisa merasakan seseorang masuk ke teritorialnya. Biasanya ia akan mengumpat sumpah serapah yang hanya Tuhan yang bisa memaafkan kelakuannya, tapi kali ini… ia terpaku melihat sosok itu.

Laki-laki muda itu berjalan mendekatinya. Menatapnya lekat-lekat. Tatapannya begitu intens, mau tidak mau ia ikut gugup karenanya.

Akhirnya ia memberanikan diri untuk membuka suara. Ia merasakan suaranya aneh seperti tikus. “Err… do I know you… somewhere?”

Laki-laki itu mengernyitkan dahinya, kemudian ia terkekeh. “Persis. Itu yang ingin aku tanyakan.”

“Oh, ya? Tapi aku tidak pernah melihatmu...”

Laki-laki itu mempersempit jarak di antara mereka. Jauh lebih sempit daripada jarak aman yang biasa dibangun untuk pertemuan pertama dengan seseorang. “Tapi sepertinya kamu tidak asing.”

Ia mengangguk.

Mereka bertatap-tatapan hingga akhirnya ia memecah keheningan dengan, “Kamu bisa menari?”

Dia menggeleng. “Tubuhku sama sekali tidak diciptakan untuk menari, kurasa.”

Ia tersenyum. “Aku teringat sebuah lagu yang cocok. Mau aku ajari?”

Dia mengangguk.

Ia mencari lagu yang dari tadi terlintas di otaknya melalui iPod-nya. Nah, ketemu.

“Mulai dari mana?”

Ia membiarkan lengannya bertenger manis di bahu laki-laki itu sambil mengarahkan laki-laki itu untuk menyentuh pinggangnya. “Lalu, kamu taruh tangan kiri kamu di tangan kananku.”

“Kalau aku ke kanan, kamu ikut ke kanan. Begitu sebaliknya. Gerakannya, kanan, kiri, lalu mundur, dan seterusnya.”

***

Untungnya gadis itu bukan memutar lagu tadi dan mengajari gerakan pinggul atau semacamnya. Ini gerakan dansa klasik yang biasa ada di film-film. Gadis itu memimpin gerakannya. Dan, dengan mudah, dia bisa mengikuti irama gerakan yang sesuai dengan musiknya yang pelan.

Dia berusaha memperhatikan arahan gadis itu, karena nyatanya sulit memfokuskan dirinya untuk tidak terpesona akan bola matanya, bibirnya, suaranya. Namun, ketika semuanya sudah mulai natural, dia tidak bisa memalingkan wajahnya dari mata cokelat itu. Gadis itu menatapnya balik dengan tatapan yang sama intensnya.

Have I found you?
Flightless bird, jealous, weeping
Or lost you?
American mouth
Big pill looming

***

Apalah arti sebuah nama,
ketika dua jiwa kembali bertemu
Seperti berhenti mencari dan kembali menemukan
Padahal entah apa yang dicari

Mungkin diam-diam mereka pernah mengucap doa agar dipertemukan kembali

Waktu terasa begitu cepat sekaligus lambat,
ketika dua jiwa kembali bertemu
Mereka seperti saling berbicara tanpa benar-benar bicara
Hanya ada dua mata yang saling menatap

Rasanya seperti telah pulang
Tanpa benar-benar mengerti artinya rumah
Namun, rasanya begitu nyata untuk dienyahkan

Di sini;
Hari ini;
Jam ini;
Menit ini;
Detik ini;

Sudah selesai

(*)

Comments

Popular Posts