Tentang Pagi dan Sore

Entah bagaimana tiba-tiba saya ada memori masa lalu yang menyelinap di tengah-tengah kesibukan di kantor. Saat itu saya baru menginjak masa kuliah, ada seorang teman menanyakan pada saya, “Lebih suka pagi atau sore?”

Pertanyaan yang sederhana, sebetulnya. Namun, butuh beberapa detik bagi saya untuk memikirkan jawabannya. Bukan karena saya nggak tahu jawabannya, tapi sulit buat saya untuk menentukan pilihan. Soalnya saya suka dua-duanya! Hahaha.

Sebelum saya memberikan jawaban, saya terlebih dulu menjelaskan mengapa saya menyukai keduanya.

Pagi. 
Pagi adalah permulaan yang selalu unik. Pagi hari tak selalu diawali dengan cerah. Ada kalanya awan mengambil alih hingga hari itu dimulai dengan mendung atau bahkan hujan. Dan, pagi akan terasa berbeda ketika dimulai dengan hujan.
Hujan bukan favorit saya untuk memulai hari. Saya selalu suka sinar matahari yang berlomba-lomba menyeruak di krei kamar saya. Membuat saya bersemangat. Membuat saya tersenyum. Kalau mau menikmati momen itu barang semenit, rasanya saya sanggup menjalani hari yang baru lagi. 

Sore. 
Setelah menjalani hari seharian, rasanya damai saat melihat sinar oranye yang tak pernah sama setiap harinya. Kadang terlalu terik. Kadang terlalu gelap. Kadang kebiruan. Menandakan setiap hari tak pernah sama; meski nama hari selalu sama, meski hari diakhiri dengan kegelapan (atau tidak).

Apalagi jika ada kesempatan untuk menyaksikan matahari tenggelam dengan mata telanjang. Di pantai. Diiringi nyanyian ombak. Hmm. Siapa yang tak mau dimanjakan dengan pemandangan indah itu?

Namun, tahu apa jawaban saya waktu itu?

Ya, pagi.

Banyak pilihan dan keputusan yang bisa dilakukan di pagi hari, ketimbang sore hari—setidaknya bagi saya. Misalnya, sesederhana memilih apa yang harus dipikirkan di pagi hari. Dan, menurut saya itu diawali dengan bacaan positif, lalu energi yang positif akan menyelimuti diri. Akan perlahan melepas suasana hati yang memburuk di hari-hari sebelumnya.


Source Image: Pexels.com

Setiap awal selalu ada akhirnya. Setiap akhir bukanlah akhir, karena akan ada permulaan. Selalu. Seperti pagi berjumpa sore, lalu kembali pada pagi.

Comments

Popular Posts