Tenggelam dalam Suara di Kepala

Belakangan orang ramai-ramai ngomongin soal depresi gara-gara kematian salah satu artis di Korea. Well, yang saya tahu, depresi yang udah cenderung ke arah bunuh diri itu nggak bisa disemangatin doang, dia perlu langsung ke profesional.

Tapi, masalahnya nggak semua orang menyadari dirinya depresi. Oh, ya mengutip dari artikel hipnoterapis favorit saya Adi W. Gunawan, dia bilang begini, "Saya mengatakan 'masuk ke kondisi depresi' bukan sekedar mengalami depresi karena seseorang tidak serta merta langsung depresi. Ada tahap dan proses yang pasti dilalui siapa saja untuk akhirnya masuk ke kondisi depresi."

Buat pemahaman lebih lanjut, tahapan depresi perlu ditelaah dari pikiran bawah sadar. Pak Adi menjelaskan, pikiran bawah sadar itu isinya emosi, memori, persepsi, kepercayaan, nilai dan kepribadian kita.

Jadi, menurut teori Quantum Hypnotherapeutic Protocol yang dikembangkan Pak Adi, kira-kira begini tahapannya seseorang bisa depresi:
1. Mengalami kondisi yang ngebuat diri nggak nyaman.
2. Muncul emosi tertentu yang disebut primary emotion. Perasaan yang muncul seperti:
  • Marah
  • Benci
  • Jengkel
  • Dendam
  • Kecewa
  • Terluka
  • Perasaan bersalah
  • Sakit hati
  • Sedih
  • Takut
  • Kesepian
  • Bosan
3. Semua primary emotion ini adalah bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar kita. Seakan bilang, "Woi, ada yang salah nih." Soalnya nggak sesuai sama keinginan, nilai, atau kepercayaan yang udah tersimpan rapi di pikiran bawah sadar.
4. Setiap emosi ini tuh manja, haha. Maksudnya, dia pengin dipenuhi kebutuhannya. Tapi kalau pesan atau permintaan primary emotion ini nggak ditanggapin, ditanggapin tapi salah atau sama sekali diabaikan, makanya pikiran bawah sadar bakal bikin emosi-emosi ini naik intensitasnya. Di sinilah letak secondary emotion alias frustasi.
5. Terus, kalo secondary emotion ini nggak bisa diselesaikan juga, makanya terjadilah fase terakhir yaitu depresi.

Nah, menurut Pak Adi, salah satu alasan penderita depresi cenderung pengin mau bunuh diri itu soalnya salah satu fungsi pikiran bawah sadarnya itu ngelindungin pikiran sadar dan fisiknya dari sesuatu yang dipersepsikannya (melalui pikiran bawah sadar) sebagai hal yang merugikan atau membahayakan.

Jadi, jelas bahwa depresi ini sesuatu yang lebih serius daripada emosi negatif biasanya yang nggak bisa selesai dengan curhat atau motivasi sama yang bukan ahlinya. Jadi, perlu bantuan profesional. Cuma masalahnya nggak semua orang punya budget atau punya keberanian ke sana.

Yup, keberanian itulah yang menurut saya bisa membuat orang bisa menyembuhkan depresinya. Soalnya, menceritakan masalah diri sendiri ke orang lain itu belum tentu bisa dilakukan oleh semua orang. Boro-boro ke profesional, ke keluarga atau temen aja belum tentu berani. Apalagi cenderung punya pikiran, "Emang kalo cerita bisa selesai masalahnya?" Intinya, mereka sulit mempercayai orang lain untuk berbagi emosi dengannya.

Orang depresi yang saya tahu itu suka mengkritisi diri sendiri, merasa cemas dan ngerasa insecure terhadap orang lain atau di sekitarnya. Mau cerita sama temen, takut di-bully. Mau cerita sama keluarga, takut dimarahin. Ah, yaudah nggak usah deh. Jadi mereka cenderung simpen masalahnya sendiri aja. Orang yang suka menyimpen masalahnya sendiri terlalu lama kemungkinan berpikir, "Ah, semua nggak ada yang ngertiin saya." atau "Lebih baik diem aja daripada ngomong tapi nggak didengerin atau dingertiin." Wajar sih, mereka nyaman dengan zona nggak ke mana-mana ini. Soalnya ini sesuatu yang familiar buat mereka.

Aksi memendam emosi sendiri ini bisa berlangsung lama. Dan, akan berakhir kalau udah nggak tahan, emosinya jadi meledak-ledak deh.

Sejalan dengan pemikiran ini, Pak Adi menjelaskan bahwa ada Teori Tungku Mental yang bisa menggambarkan proses terjadinya depresi.

Bayangin deh, kalau di depan kita sekarang ada tungku (pikiran) yang terbuat dari tanah liat, terisi air dan tertutup rapat. Di bawah tungku ada api (emosi) yang menyala. Kebayang dong api itu bakal ngebakar tungku itu dan tungku semakin panas. Suatu saat, dinding tungku akan tertekan kuat hingga muncul retakan kecil sehingga uap dari dalam tungku bisa keluar.

Ada 3 cara untuk menyelamatkan tungku biar nggak meledak dan hancur:
1. Tungku dikompres pakai air dingin hingga temperaturnya turun. Tapi kalau kompresnya dihentiin, temperatur bisa sewaktu-waktu naik lagi. Nah, kira-kira begini gambaran kalau minum obat anti-depresan.
2. Bikin retakan-retakan kecil di dinding tungku biar uapnya bisa keluar. Kondisi ini sama kayak curhat, nangis (katarsis), teriak, mukul atau banting barang di sekitar. Tujuannya biar si penderita depresi lebih lega. Tapi bisa jadi kambuh lagi kondisinya.
3. Mematikan api (emosi) yang ada di bawah tungku. Kalo apinya mati, tungku perlahan pasti akan lebih adem. Soalnya nggak ada lagi tekanan dari si api yang bikin dinding tungku mau meledak. Nah, ini yang disebut Pak Adi sebagai solusi yang efektif, efesien dan permanen.

Tapi gimana pun cara menanganinya, ada satu hal yang perlu diingat. Ini kutipan dari salah satu Love Coach, Jose Aditya dalam bukunya "Move on Formula". Kira-kira dia bilang begini, "Kalau ingin menyelesaikan masalah, kita perlu memosisikan diri utk KELUAR dari sudut pandang orang pertama, kepada sudut pemahaman orang kedua dan ketiga."

"Bayangkan dirimu keluar dari tubuhmu sendiri, lalu merasuk ke tubuh orang lain. Tujuannya adalah untuk bisa memahami pola pikir orang lain, dan lebih fleksibel juga kreatif untuk menemukan solusi." Kira-kira begitu.

Jadi, masalah nggak akan selesai ketika kamu nggak berusaha mencoba sesuatu yang baru untuk menyelesaikannya. Ini satu hal yang saya pegang sampai saat ini.

Apalagi dalam pandangan Buddhis sendiri, kita diminta untuk nggak melekat pada sesuatu, karena sesuatu itu nggak pasti atau Anicca. Oleh karena sesuatu itu nggak pasti, semua hal pasti berubah. Ketika kita ingin keluar dari zona yang nggak nyaman, pasti kita akan bertemu solusi. Dan, itu semua pilihan kita, mau menjalaninya atau tetap di zona tersebut.

Dengan ini saya mendoakan agar orang-orang yang lagi ada di zona nggak nyaman ataupun depresi, bisa memberanikan diri untuk menyuarakan dirinya, menerima keadaannya dan memberanikan diri untuk mencari pertolongan demi dirinya sendiri.

Comments

Popular Posts