Menyepi, Kembali dengan Diri Sendiri

Saya pernah mengalami bahwa hidup saya stuck alias gitu-gitu aja. Saya terus bertanya-tanya dalam diri sendiri, "Apa sih yang harus saya lakukan biar hidup saya lebih baik lagi?"

Pada momen itu, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berputar-putar dengan pikiran saya, hati yang gelisah dan nggak nyaman. Merasa hidup membahagiakan kalau ada seseorang di samping saya—tapi bahkan, itu pun belum cukup.

Kata berbagai artikel yang saya baca, hidup kita akan lebih baik kalau kita bersyukur. Tapi gimana? Bersyukur masih memiliki hidup—meski hidup saya gitu-gitu aja? Di sisi lain, saya akui, saya membandingkan hidup saya dengan orang lain. Jelas, rumput tetangga terlihat lebih hijau. Sampai akhirnya, saya baca quotes yang menjelaskan bahwa setiap orang punya fasenya masing-masing. Jadi, jangan membandingkan waktu tempuhmu dengan orang lain. Di situ saya sadar bahwa saya nggak bisa terus menerus membandingkan hidup saya dengan orang lain (Well, kadang masih sih, tapi nggak sesering dulu :p)


Akhirnya, ada satu momentum yang membuat saya kembali memeluk diri sendiri dalam kebebasan.

Karena merasa kehadiran seseorang, nggak bisa membuat saya merasa bahagia. Tapi di sinilah intinya. Sering banget mendengar, "Cintailah dirimu sendiri sebelum mencintai orang lain." Ya, tentunya saya merasa saya udah mencintai diri sendiri dengan menerima segala kelebihan, kekurangan serta masa lalu saya. Tapi, ternyata itu aja belum cukup.

Dalam kebebasan itu, saya kembali merasakan sesuatu yang pernah hilang dari dalam diri saya kembali hadir, yaitu rasa penerimaan diri sendiri. Saya menerima keheningan, kesendirian, kekhawatiran, ketakutan, dan lainnya. Dan, semua hal-hal ini sesuatu yang wajar untuk dialami, saya hanya perlu menerima kehadirannya.

Saya memacu diri saya untuk lebih banyak membaca untuk mengganti ruang yang berisi pikiran yang nggak membahagiakan itu.

Tapi saya tetap merasa ada sesuatu yang harus saya lakukan: merelakan, menerima, melepaskan proyeksi hidup saya yang gitu-gitu aja.

Akhirnya jawaban pertama hadir dalam bentuk meditasi cinta kasih yang waktu itu dibimbing oleh Brenda ieMcRae, seorang hipnoterapis yang juga mempraktikkan TWIM (Tranquil Wisdom Insight Meditation). Metode ini dikenalkan oleh Bhante Vimalaramsi, sedikit berbeda dari yang pernah saya tahu. Di sini meditasi berfokus pada Mindfulness of Lovingkindness alias mengembangkan cinta kasih dengan penuh kesadaran.

Dalam meditasi tersebut, saya dijelaskan oleh Ibu Brenda untuk melakukan 6R (Recognize, Release, Relax, Resmile, Return, Repeat). Saya mencobanya, tapi merasa belum bisa menyerapnya dengan baik.

Meski cukup nyaman dengan pengenalan metode baru meditasi ini, hari itu saya kurang tidur. Jelas, badan saya pegal, capek, ngantuk, tapi merasa ini sesuatu yang akan saya cari tahu lebih dalam.

Beberapa bulan setelahnya, saya sempatkan diri saya untuk googling sendiri tentang meditasi one day retreat ini. Soalnya yang pertama itu, saya diajak oleh mama saya. Nah, setelah ketemu, Bulan Februari kemarin saya ikut meditasi sendirian. Di situlah titik baliknya.

Banyak yang meminta saya untuk tidak menghiraukan apa yang datang saat saya meditasi. Tapi saya betul-betul nggak ngerti gimana caranya. Akhirnya latihan meditasi saya stuck pada 2015 itu. Tapi hari itu, setelah dijelaskan oleh tim Ibu Brenda bahwa sensasi itu seharusnya memang ada dan memang seharusnya begitu. Dan, akhirnya atas petunjuk Bro itu, saya menerima, melepaskan, menenangkan diri, tetap tersenyum dan kembali pada objek meditasi saya. Herannya, saya merasa nyaman sekali. Seakan saya melanjutkan apa yang belum bisa saya praktikan tiga tahun lalu, padahal metodenya berbeda.

Progres saya lumayan cepat hari itu. Tapi, ada sebuah halangan yang kembali datang. Tapi itu sih sesuatu yang wajar aja, kok.

Saya berhadapan pada pertanyaan saya beberapa bulan sebelumnya, "Apakah kita bisa hanya mempraktikkan meditasi cinta kasih tanpa meditasi pemaafan?" Waktu itu saya dijawab oleh tim Ibu Brenda seperti ini, "Ada beberapa orang yang belum bisa memaafkan diri sendiri, jadi dia butuh meditasi pemaafan. Tapi nggak ada masalah untuk langsung mempraktikkan meditasi cinta kasih." Sebagai info, meditasi pemaafan biasanya ditujukan oleh orang-orang yang sakit atau belum bisa menerima masa lalunya.

Yap, di sinilah saya berganti metode: meditasi pemaafan. Belum sempat bertanya sama Sis ini, saya sudah harus pulang. Jadilah saya membawa pulang buku "Panduan Meditasi Pemaafan" yang ditulis oleh Bhante Vimalaramsi.

Di sini Bhante menjelaskan, poin dari meditasinya adalah belajar bagaimana berubah. Bahwa perubahan adalah satu-satunya cara untuk membebaskan pikiran. Dan, meditasi adalah tentang perubahan positif untuk melepas kemelekatan. Kemelekatan merupakan segala bentuk pikiran, perasaan, sensasi yang diambil hati kita secara personal. Untuk itu, meditasi melepaskan kebiasaan lama yang membuat derita dan menggantikannya dengan mengembangkan pikiran yang penuh ketenang-seimbangan di dalamnya.

Nah, meditasi pemaafan membantu melepaskan opini, padangan, kemelekatan yang ada sehingga menjadi lega. Jadi, kita belajar bagaimana melepaskan ide dan pemikiran lama yang tidak masuk akal dan mengembangkan ide dan pemikiran baru yang membuat saya dan orang di sekitar saya bahagia. Ditambah dengan menjalankan sila yang merupakan panduan baik dan buruk dalam agama Buddha, ini jelas akan menyeimbangkan hidup kita.

Ada hal yang benar-benar bikin hati saya terenyuh. Dalam buku tersebut, Bhante juga memaparkan bahwa orang lain punya opini mereka sendiri. Cuma nggak berarti 'saya' harus mendengarkan mereka. Saya nggak harus mengambilnya secara pribadi dan menganalisa apakah itu benar atau tidak, karena itu nggak penting. Justru malah akan mendatangkan penderitaan.

Bhante mengajarkan untuk terus belajar memaafkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, kamu bakal lebih mudah memaafkan hal-hal besar di masa lalu. Maka, peran meditasi benar-benar krusial. Soalnya kita bakal mengenali kapan penderitaan muncul (Kebenaran Mulia Pertama), melihat apa aja hal-hal yang terlibat secara personal dan membuatnya semakin besar sehingga menyebabkan lebih banyak penderitaaan hidup (Kebenaran Mulia Kedua). Dan, cara 6R dalam meditasi itu merupakan alat yang tepat untuk melihat bagaimana penderitaan menghilang (Kebenaran Mulia Ketiga). Jadi, meditasi ini membuka jalan untuk pemahaman jernih dan kelegaan (Kebenaran Mulia Keempat).

Dan, seperti kata Bhante, meditasi ini membuka hati dan pikiran. Menjawab kegelisahan saya. Membuat hati saya lebih dipenuhi cinta kasih. Semoga ada kesempatan untuk bertemu langsung Bhante Vimalaramsi 🙏

Photo by Lesly Juarez on Unsplash

Pada akhirnya saya mengerti, "Kita nggak akan bisa benar-benar mencintai hidup tanpa memaafkan masa lalu kita. Kita nggak akan bisa mencintai diri sendiri tanpa memaafkan diri sendiri. Kita nggak bisa mencintai orang tanpa memaafkan diri sendiri dan kesalahan di masa lalu. Kita nggak akan bisa sepenuhnya mencintai orang lain tanpa mencintai diri sendiri. Kita nggak bisa mencintai seseorang kalau kita nggak bisa sepenuhnya memberinya cinta tanpa pamrih. Kita nggak bisa sepenuhnya memberikan cinta yang tulus tanpa ada pemaafan yang tulus untuk diri sendiri dan masa lalu."

Selamat Hari Nyepi! 🙈 🙉 🙊

Comments

Popular Posts