How To Stay Happy No Matter What Happens

Hidup itu berjalan seiring dengan keputusan yang kita ambil dalam hidup, termasuk apa yang ada di pikiran, hati dan niat kita. Untuk itu, penting untuk memilah apa yang harus ada di dalam diri kita. Meski kita telah pikir bahwa kita telah memilih yang terbaik, sering kali kita mesti bersinggungan dengan orang lain atau situasi pelik hingga terjadilah konflik.

Photo by Akemy Mory on Unsplash

Tenangkan Hati dan Pikiran
Nah, sering kali saat menghadapi situasi konflik, kita sulit untuk tetap berpikir dan mengembangkan emosi positif. Hipnoterapis Nancy Marduli punya resep spesial biar bisa mengubah kesulitan kita menjadi berkah dengan 5 cara:
1. Memahami Hukum Alam
2. Diterima sebagai bagian dari kehidupan
3. Tantangan atau kesulitan = kesempatan belajar
4. Senyum ikhlas
5. Membuat pilihan secara sadar

Memahami bahwa masalah itu adalah hukum alam, bahkan orang yang baik sekalipun punya konflik.

Ci Nancy mengibaratkan, hidup kita ibarat naik pesawat. Pesawat ini akan membawa kita dari satu tempat ke tempat yang lain di bawah kendali pilot. Memang pilot yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di dalam pesawat, tapi tentu saja gangguan seperti cuaca di luar kontrol si pilot. Nah, selama perjalanan, kita punya pilihan untuk memanfaatkan waktu, misal untuk membaca buku, mendengarkan lagu, mengobrol, dsb.

Sama seperti hidup kita yang nggak bisa dipilih mau lahir di keluarga apa, jenis kelaminnya apa, dari suku apa, agama apa, dsb. Namun, kita pilih dan kontrol reaksi, apa yang kita pikirkan dan lakukan saat menghadapi masalah.

Ketika kita berhadapan dengan tantangan, kita cenderung untuk mengubah lingkungan atau keadaan sesuai dengan ekspetasi kita. Sebetulnya, yang perlu kita lakukan hanyalah mengubah cara pandang. Ibaratnya, ketika kita ingin melihat dunia dengan warna hijau, kita cukup mengenakan kacamata berlensa hijau. Saat ingin melihat dunia dengan warna merah, gantilah lensa merah jadi hijau!
"Happiness is a choice, not a condition."
Carlos Santana
Kebahagiaan itu pilihan. Kita yang memilih bahwa kita mau mengenyampingkan ego untuk berlatih mengendalikan emosi. Salah satunya dengan senyum.

Saat ceramah hari itu, Ci Nancy memaparkan cerita lucu yang sama sebanyak 3 kali. Dan, tawa audiens hanya pecah di kali pertama. Dia bilang, "Kita nggak tertawa untuk cerita lucu yang sama lagi. Lalu kenapa kita menangisi masalah yang sama?"

Intermezzo sedikit, bulan ini kali keempat saya melatih meditasi TWIM (Tranquil Wisdom Insight Meditation). Kali ini saya belajar bahwa emosi ini bisa perlahan terasa begitu halus. Dan, saya benar-benar mengerti bahwa kita bisa memilih akan terus terbawa arus emosi yang negatif atau cukup menyadarinya dan membiarkannya pergi perlahan.

Ci Nancy menyebutkan, kita perlu membuat pilihan dengan sadar. Kesadaran yang dibangun melalui latihan meditasi akan membuat kita lebih bisa melihat sesuatu lebih dalam daripada sebelumnya. Saat kita sedih, kita bisa memilih melakukan aksi tertentu agar kita bisa mengubah apa yang ada di otak dan hati kita, misalnya senyum lebar, lompat-lompat, karaoke, dsb. Sejalan dengan itu, selama meditasi TWIM, saya diharuskan untuk tersenyum. Di sini saya diajarkan untuk mengondisikan situasi agar saya merasakan bahagia.

Nggak ada yang bilang mengondisikan diri bahagia itu mudah, tapi kalau dilatih pasti bisa.

Photo by Harli Marten on Unsplash
Komunikasi Sebagai Solusi
Bagi saya, konflik yang paling pelik dan sulit terurai adalah konflik keluarga. Nah, saya sempat menghadiri mini workshop yang membahas masalah ini. Dalam rangka memperingati Hari Kartini, Wangsa Jelita bekerja sama dengan Wombuzz.id menyelenggarakan WJ Class dengan tema "Handling Conflict in a Family Insight from 'Little Wisdom'". Dalam kelas terbatas ini mengundang Reti Oktania sebagai penulis buku parenting 'Little Wisdom' serta Alia Mufida sebagai psikolog anak.

Hal penting yang saya dapatkan adalah kita semestinya memilih hal mana saja yang harus diselesaikan dan mana yang nggak. Hal yang harus diselesaikan dengan keluarga ini memang hal yang sangat penting untuk kita, karena berseberangan dengan prinsip dan nilai kita. Namun, perlu dicari cara dan waktu yang tepat atau netral. Tentu saja intonasi rendah, gestur yang tepat dan pilihan diksi yang nggak memojokkan. Disarankan untuk menggunakan i-message, "Aku merasa.... saat atau kalau... karena..." agar penyampaiannya yang lebih nyaman.

Kalau memang ada sesuatu yang nggak kita sukai tapi nggak berseberangan dengan prinsip dan nilai kita, artinya inilah saatnya kita bertoleransi. 

Penting untuk memahami bahwa apa yang orang lain lakukan sudah yang terbaik yang dia bisa lakukan. Soalnya kita sering kali berorientasi pada apa saja yang telah kita lakukan sehingga tak memikirkan dari kacamata orang lain. Untuk itu, kita perlu mengomunikasikan ekspetasi kita pada orang lain dan tetap ada win win solution.

Jadi kesimpulannya, untuk bisa menyelesaikan konflik melalui komunikasi, kita perlu tahu dulu apa yang menurut kita penting dalam hidup kita, termasuk prinsip, nilai juga standar lainnya.
You don’t know what you need in your life
until you figure out who you are.
 —Jay Shetty
Ketika kita tahu apa yang kita butuhkan atau diinginkan, maka tujuan hidup kita lebih jelas. Tapi seperti yang saya jelaskan pada awal tadi, kita nggak bisa menghindari konflik. Tapi senggaknya, kita akan menghadapi situasi yang nggak menyenangkan demi tercapainya suatu tujuan.

Comments

Popular Posts